“Aku….Menyesal,
Kenapa?”
A
|
lkisah
diceritakan tentang seorang lelaki yang sangat rajin dalam bekerja. Dia bekerja
sebagai seorang tukang bangunan. Semua rumah yang dia kerjakan tampak bagus dan
membuat konsumen puas akan hasilnya. Suatu ketika dia ingin berhenti dari
pekerjaannya, mengingat usianya yang sudah semakin tua. Dia ingin menghabiskan
masa tuanya di rumah dengan istri dan anaknya serta usaha kecilnya.
“ Saya ingin berhenti dari pekerjaan saya Pak…” katanya kepada
majikannya
“ Kenapa kau mau berhenti dari pekerjaan ini? Kerjamu bagus
tidak ada cacat sedikitpun. “ kata sang majikan
“ Usia saya sudah semakin bertambah. Saya sudah semakin tua. Saya
ingin menghabiskan waktu tua saya bersama dengan anak dan istri saya di rumah. Lagipula
juga ada warung kecil yang bisa mencukupi kebutuhan Kami. “tambah si tukang
tersebut.
“ Baiklah…aku tidak bisa menolak jika keinginanmu sudah keras.”
“ Kau boleh berhenti dari pekerjaan ini, tapi untuk terkahir
kalinya aku mohon supaya Kamu bisa membuatkan sebuah rumah. Rumah ini pesanan
dari konsumen kita.” Kata sang majikan
“Baik pak…akan saya kerjakan sebelum saya berhenti dari
pekerjaan ini.” Lirih si tukang tersebut.
----- 000 -----
Pagi
itu, seperti biasa si tukang tersebut berangkat menuju lokasi yang akan dia
kerjakan. Lokasi yang indah bernuansa pedesaan. Dengan berat hati dan rasa
malas, dia mengerjakan pekerjaannya. Dia pilihkan bahan-bahan bangunan yang
berkualitas rendah. Sudah tidak ada semangat menyelimutinya ketika membangun
rumah tersebut. Hari demi hari ia lalui untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut
hingga sampailah Dia menyelesaikan rumah itu.
Setelah
rumah jadi, dia melaporkan hasilnya kepada sang majikan.
“Rumah
pesanan konsumen bapak sudah selesai saya bangun.” Katanya
“Baik…mari
kita lihat ke lokasi.” Kata sang majikan
“
Rumah ini aku berikan kepadamu karena selama ini kamu telah bekerja dengan
baik.” Tambah sang majikan
Sang
tukang bangunan terperanjat mendengar perkataan sang majikan. Dalam hatinya
bergumam “kenapa…a mengerjakan rumah ini dengan malas-malasan dan bahan yang
aku pilih berkualitas rendah. Padahal rumah ini adalah rumahku sendiri.”
“
Terima kasih Pak atas pemberiannya.” Kata lirih sang Tukang Bangunan itu.
Renungan